Senin, 05 Oktober 2015

Dulu, Sekarang, dan Esok

Berjalan dengan cepat meningggalkan sekolah saat jam menunjukan pukul 15.30, waktu pulang karyawan dan guru.  Perasaan seperti berburu dengan waktu. Diangkot  berharap tak bertemu macet dan pak sopir tak terlalu lama ngetem menunggu penumpang. Turun di perempatan pertanian, terkadang harus menunggu sejenak, lalu melanjutkan langkah cepat menuju halte bus way di area yang sama. Sembari menunggu sesekali melihat jam. Pukul 16.00 aktivitas di tempat yang ingin kutuju sudah akan dimulai. Melewatkan  empat halte dan selalu tiba di halte terakhir, buncit indah pukul 16 lewat. Di penyebrangan terlihat gedung tinggi berdampingan dengan gedung QLC (Qur’an Learning Center). Di sana,di lantai 4 gedung biru itu, petualangan ilmu ku yakin sudah di mulai.
                Bersegera keluar dari lift, memasuki ruangan yang tentu sudah hampir penuh dengan temanku yang lain. Mencari-cari bangku kosong, begitulah lazimnya orang yang datang terlambat. Saat mendapatkan tempat duduk, aku selalu merasakan bagian kehidupan yang lain dari rutinitas harianku. Bagian kehidupan yang pernah kualami sebelum menajalani kehidupan seorang guru sekolah dan penghuni kontrakan di jalan jagakarsa.
                Setiap selasa, rabu, dan kamis sore, aku bisa merasakan lagi debaran yang sama seperti dulu ketika PPL kampus dan bekerja paruh waktu. Setelah PPL selesai bersegera menuju tempat kerja.  Barpacu dengan waktu dan merasakan sedikit kekhawatiran namun berbahagia dalam melakukannya. Kenapa?? Karena di sana ada cita-cita yang pantas untuk diperjuangkan.
                Dari  sekitar pukul 4 sore hingga 9 malam, aku merasakan kembali atmosfer itu. Atmosfer petualang yang bersemangat mencari jawaban atas setiap pertanyaan yang ada di kepala. Merasakan kebebasan bertanya dan berpendapat. Menyimpan kekaguman pada mereka yang memberi jawaban cerdas dan mencerahkan serta saat bertanya menyertakan nalar juga menyampaikannya dengan cara yang santun.
                Di ruangan berisi 30  orang itu, kembali seperti saat  belajar di kampus ungu. Rasanya semakin aku belajar semakin aku merasa kurang bahkan terkadang terasa tersesat. Namun, semuanya menjadi lecutan untuk kembali belajar saat meninggalkan ruangan itu.
                Di ruang 401 itu, aku melihat lagi jiwa-jiwa pemburu nilai. Semua orang berusaha memberi performa yang terbaik dengan style masing-masing untuk menyelesaikan tugas dan mendapatkan nilai dengan baik. Saat maha guru menandai nama di absen bagi yang menjawab ataupun bertanya, hawa dari jiwa-jiwa itu makin kental terasa.
                Di sana juga, beberapa teman  membentuk colony. Ada namanya geng kereta karena mereka pulang perginya bersama pakai kereta. Kemarin juga baru saja memproklamirkan diri geng bus way karena selalu berangkat bersama menggunakan bus way. Ada juga geng 2 sejoli, begitu aku menyebutnya. Mereka adalah sepasang kekasih yang hubungannya terlihat jelas saat saling berpandangan dan tentunya selalu mengambil posisi duduk yang berseblahan. Meski dalam geng, mereka sadar benar untuk tetap bergaul dengan teman yang lain. Seperti dulu, di gedung DH tempatku belajar juga seperti itu. Ada geng akademis, mereka yang bersepakat untuk lebih awal menyelesaikan kuliah dengan IPK tinggi tentunya. Ada juga geng organisator, mereka yang terlibat dalam organisasi  intra kampus. Waktu itu juga ada dua sejoli, Yang Alhamdulillah sekarang dalam ikatan perkawinan yang membahagiakan. Aku juga masih seperti dulu. Berteman dengan semua. Akrab dengan mereka yang buatku merasa nyaman. Namun keakraban itu jauh membahas hal-hal pribadi. Pandanganku masih sama bahwa semua yang berbau personal tentangku cukuplah menjadi milikku dan sedikit orang yang kupercaya untuk mengetahui, dan juga tentunya Rabbi yang maha mendengar dan melihat segalanya.
                Dulu dengan segala tantangan yang harus kuhadapi, akhirnya toga hitam itu terpasang juga dikepalaku. Hari special dengan jubah hitam dan slayer ungu waktu itu memberi haru dan menjadi persembahan terimakasih untuk  almarhum ayah, mama dan  seorang kakak yang tak pernah jemu berjuang mendukungku dengan semua yang dia miliki. Esok jika Allah berkenan mempertemukanku dengan hari itu lagi, kuharap Mama dan seorang kakak itu hadir di sampingku. Ingin merasakan keharuan itu lagi. Ingin berterimakasih untuk doa yang tak pernah habis untukku, untuk kepercayaan yang tak pernah luntur membiarkan saya menapak tanah rantau dalam waktu yang cukup lama,dan  untuk kesediaan tanpa pamrih bertanggungjawab untuk kehidupan mama dan adik-adik.
                Saat sekarang menjumpai kejadian yang sama dengan dahulu, mari melihatnya sebagai signal dariNya untuk lebih memperbaiki diri dan melewatkan semuanya dengan hal-hal yang lebih baik. Saat sekarang memiliki harapan akan hari esok, bertahanlah karena harapan itu yang kan selalu mengobarkan gelora juang dalam jiwa kelana kita.
Hikari Home

October 3nd, 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar