Senin, 05 Oktober 2015

Guru dan Kepemimpinan

Di lingkungan sekitar kita tak sulit untuk menemukan pemimpin. Di rumah, di lingkungan kerja, di lingkungan masyarakat   pemimpin pasti selalu ada. Namun, satu hal yang menjadi titik penting dari seorang pemimpin adalah apakah benar mereka adalah pemimpin ataukah hanya sekedar pimpinan saja? Terkadang kita menjumpai pemimpin yang ketika dia ada semua anggotanya patuh melaksanankan instruksi namun sayangnya ketika dia tidak ada anggotanya bebas untuk melakukan apapun karena merasa tidak ada yang mengawasi. Ada juga yang seringkali meminta anggotanya untuk melakukan pembenahan diri sementara ia sendiri tidak melakukannya. Hal yang lain adalah, ada pemimpin yang senangnya dilayani namun enggan melayani.  Bolehlah saya menyebut pemimpin seperti ini adalah pimpinan yang bukan pemimpin. Lantas, pimpinan seperti apakah yang pantas disebut pemimpin?
 Menurut saya pemimpin adalah orang-orang yang memiliki jiwa kepemimipinan. Kepemimpinan menurut Stepen  J. Carrol dan Henry L. Tosj (1977)  adalah suatu proses mempengaruhi orang lain untuk mengerjakan apa yang kamu kehendaki dari mereka untuk mengerjakan. Dari pengertian ini, dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin meskipun tidak berada disekitar anggotanya semestinya instruksinya tetap dapat dilaksanakan anggotanya karena seorang pemimpin mempengaruhi bukan menyuruh. Pengertian lain tentang kepemimpinan telah dicontohkan dalam sejarah kepemimpinan Rasulullah, Muhammad SAW. Seperti dalam surah Al-Ahzab, 33:21 yang menyatakan bahwa “sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat contoh teladan bagi mereka yang menggantungkan harapannya kepada Allah dan hari akhirat serta banyak berdzikir kepada Allah”. Satu kata yang harus saya garis bawahi dalam potongan ayat ini adalah keteladanan. Keteladanan adalah kata yang sederhana namun ia tak sederhana dalam makna. Teladan dalam kata yang sederhana adalah contoh.  Banyak orang yang bisa memberi contoh namun yang layak disebut teladan adalah mereka yang dapat dicontoh. Menjadi pemimpin yang dapat dicontoh bukanlah proses yang instan karena untuk dapat dicontoh muncul dari pembiasaan melatih diri dengan sikap-sikap baik. karenanya seperti yang dikatakan bapak Eri Sudewo dalam buku Character Buildingnya “ siapa pun memang bisa menjadi pemimpin. Namun, hanya yang terus melatih diri yang memiliki jiwa kepemimpinan”. Semua orang pasti bisa jadi pemimpin namun, hanya yang terus melatih diri dengan sikap-sikap yang baik yang pantas disebut pemimpin.
Setiap orang adalah pemimpin, tak terkecuali seorang guru. Seperti kata banyak orang guru adalah orang yang digugu dan ditiru. Idealnya, untuk bisa digugu dan ditiru, kemampuan mempengaruhi dan menjadi teladan adalah dua hal yang harus ada dalam diri. Atau dengan kata lain, seorang guru mesti memiliki jiwa kepemimpinan.
Dalam ruang kelas, guru adalah pemimpin bagi siswa-siswanya. Dengan jiwa kepemimpinan yang dimiliki, seorang guru akan bisa mempengaruhi siswa melakukan hal-hal baik dengan teladan guru yang bisa langsung dilihat oleh siswa-siswanya. Dengan jiwa kepemimpinan yang dimiliki seorang guru, seorang guru akan terus memperbaiki diri karena sadar bahwa ia adalah teladan yang tak mungkin meminta siswanya untuk berbuat sesuatu yang dirinya sendiri tidak melakukannya. Dengan jiwa kepemimpinan pada diri seorang guru, seorang guru akan terus belajar mencari hal-hal baru yang bisa dibawa ke kelas untuk mendukung pembelajaran karena ia sadar bahwa ia harus memberi usaha terbaiknya dalam pekerjaannya sebagaimana ia meminta siswanya untuk memberikan usaha terbaiknya dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
Pada lingkungan sekolah, guru adalah teman sejawat bagi guru lainnya. Untuk bisa menjadi teman yang baik, seorang guru selayaknya mampu memimpin diri sendiri. Dengan memimpin diri sendiri, seorang guru akan bisa menempatkan dirinya dalam berbagai situasi yang dihadapi. Juga, tetap bisa rendah hati untuk terus menerus belajar dari teman disekitarnya dan menerima dengan lapang dada ketika teman memberi saran ataupun kritikan. Hal yang lain, seorang guru pemimpin akan menyadari bahwa ia dan teman yang lainnya adalah kesatuan tim yang semestinya bekerjasama untuk mencapai tujuan sekolah.
Sebagai seorang guru, sangat saya sadari bahwa saya masih sangatlah jauh dari kondisi ideal seorang guru seperti yang telah dipaparkan diparagrap sebelumnya. Karenanya, saya merasa membutuhkan wadah belajar sehingga bisa mengupgrade diri. Harapannya dengan wadah belajar seperti pelatihan kepemimpinan yang akan diadakan oleh pihak sekolah akan membantu saya untuk terus belajar menjadi guru pemimpin yang semoga suatu hari nanti dapat memberi manfaat yang sebanyak-banyaknya bagi orang lain, lingkungan, dan diri saya pribadi tentunya.
           
Note: Sekumpulan kata untuk persyaratan mengikuti leardership training. Good Luck, Anci :) 

Dulu, Sekarang, dan Esok

Berjalan dengan cepat meningggalkan sekolah saat jam menunjukan pukul 15.30, waktu pulang karyawan dan guru.  Perasaan seperti berburu dengan waktu. Diangkot  berharap tak bertemu macet dan pak sopir tak terlalu lama ngetem menunggu penumpang. Turun di perempatan pertanian, terkadang harus menunggu sejenak, lalu melanjutkan langkah cepat menuju halte bus way di area yang sama. Sembari menunggu sesekali melihat jam. Pukul 16.00 aktivitas di tempat yang ingin kutuju sudah akan dimulai. Melewatkan  empat halte dan selalu tiba di halte terakhir, buncit indah pukul 16 lewat. Di penyebrangan terlihat gedung tinggi berdampingan dengan gedung QLC (Qur’an Learning Center). Di sana,di lantai 4 gedung biru itu, petualangan ilmu ku yakin sudah di mulai.
                Bersegera keluar dari lift, memasuki ruangan yang tentu sudah hampir penuh dengan temanku yang lain. Mencari-cari bangku kosong, begitulah lazimnya orang yang datang terlambat. Saat mendapatkan tempat duduk, aku selalu merasakan bagian kehidupan yang lain dari rutinitas harianku. Bagian kehidupan yang pernah kualami sebelum menajalani kehidupan seorang guru sekolah dan penghuni kontrakan di jalan jagakarsa.
                Setiap selasa, rabu, dan kamis sore, aku bisa merasakan lagi debaran yang sama seperti dulu ketika PPL kampus dan bekerja paruh waktu. Setelah PPL selesai bersegera menuju tempat kerja.  Barpacu dengan waktu dan merasakan sedikit kekhawatiran namun berbahagia dalam melakukannya. Kenapa?? Karena di sana ada cita-cita yang pantas untuk diperjuangkan.
                Dari  sekitar pukul 4 sore hingga 9 malam, aku merasakan kembali atmosfer itu. Atmosfer petualang yang bersemangat mencari jawaban atas setiap pertanyaan yang ada di kepala. Merasakan kebebasan bertanya dan berpendapat. Menyimpan kekaguman pada mereka yang memberi jawaban cerdas dan mencerahkan serta saat bertanya menyertakan nalar juga menyampaikannya dengan cara yang santun.
                Di ruangan berisi 30  orang itu, kembali seperti saat  belajar di kampus ungu. Rasanya semakin aku belajar semakin aku merasa kurang bahkan terkadang terasa tersesat. Namun, semuanya menjadi lecutan untuk kembali belajar saat meninggalkan ruangan itu.
                Di ruang 401 itu, aku melihat lagi jiwa-jiwa pemburu nilai. Semua orang berusaha memberi performa yang terbaik dengan style masing-masing untuk menyelesaikan tugas dan mendapatkan nilai dengan baik. Saat maha guru menandai nama di absen bagi yang menjawab ataupun bertanya, hawa dari jiwa-jiwa itu makin kental terasa.
                Di sana juga, beberapa teman  membentuk colony. Ada namanya geng kereta karena mereka pulang perginya bersama pakai kereta. Kemarin juga baru saja memproklamirkan diri geng bus way karena selalu berangkat bersama menggunakan bus way. Ada juga geng 2 sejoli, begitu aku menyebutnya. Mereka adalah sepasang kekasih yang hubungannya terlihat jelas saat saling berpandangan dan tentunya selalu mengambil posisi duduk yang berseblahan. Meski dalam geng, mereka sadar benar untuk tetap bergaul dengan teman yang lain. Seperti dulu, di gedung DH tempatku belajar juga seperti itu. Ada geng akademis, mereka yang bersepakat untuk lebih awal menyelesaikan kuliah dengan IPK tinggi tentunya. Ada juga geng organisator, mereka yang terlibat dalam organisasi  intra kampus. Waktu itu juga ada dua sejoli, Yang Alhamdulillah sekarang dalam ikatan perkawinan yang membahagiakan. Aku juga masih seperti dulu. Berteman dengan semua. Akrab dengan mereka yang buatku merasa nyaman. Namun keakraban itu jauh membahas hal-hal pribadi. Pandanganku masih sama bahwa semua yang berbau personal tentangku cukuplah menjadi milikku dan sedikit orang yang kupercaya untuk mengetahui, dan juga tentunya Rabbi yang maha mendengar dan melihat segalanya.
                Dulu dengan segala tantangan yang harus kuhadapi, akhirnya toga hitam itu terpasang juga dikepalaku. Hari special dengan jubah hitam dan slayer ungu waktu itu memberi haru dan menjadi persembahan terimakasih untuk  almarhum ayah, mama dan  seorang kakak yang tak pernah jemu berjuang mendukungku dengan semua yang dia miliki. Esok jika Allah berkenan mempertemukanku dengan hari itu lagi, kuharap Mama dan seorang kakak itu hadir di sampingku. Ingin merasakan keharuan itu lagi. Ingin berterimakasih untuk doa yang tak pernah habis untukku, untuk kepercayaan yang tak pernah luntur membiarkan saya menapak tanah rantau dalam waktu yang cukup lama,dan  untuk kesediaan tanpa pamrih bertanggungjawab untuk kehidupan mama dan adik-adik.
                Saat sekarang menjumpai kejadian yang sama dengan dahulu, mari melihatnya sebagai signal dariNya untuk lebih memperbaiki diri dan melewatkan semuanya dengan hal-hal yang lebih baik. Saat sekarang memiliki harapan akan hari esok, bertahanlah karena harapan itu yang kan selalu mengobarkan gelora juang dalam jiwa kelana kita.
Hikari Home

October 3nd, 2015