Berjalan
dengan cepat meningggalkan sekolah saat jam menunjukan pukul 15.30, waktu
pulang karyawan dan guru. Perasaan
seperti berburu dengan waktu. Diangkot
berharap tak bertemu macet dan pak sopir tak terlalu lama ngetem menunggu penumpang. Turun di
perempatan pertanian, terkadang harus menunggu sejenak, lalu melanjutkan
langkah cepat menuju halte bus way di
area yang sama. Sembari menunggu sesekali melihat jam. Pukul 16.00 aktivitas di
tempat yang ingin kutuju sudah akan dimulai. Melewatkan empat halte dan selalu tiba di halte
terakhir, buncit indah pukul 16 lewat. Di penyebrangan terlihat gedung tinggi berdampingan
dengan gedung QLC (Qur’an Learning
Center). Di sana,di lantai 4 gedung biru itu, petualangan ilmu ku yakin
sudah di mulai.
Bersegera
keluar dari lift, memasuki ruangan
yang tentu sudah hampir penuh dengan temanku yang lain. Mencari-cari bangku
kosong, begitulah lazimnya orang yang datang terlambat. Saat mendapatkan tempat
duduk, aku selalu merasakan bagian kehidupan yang lain dari rutinitas harianku.
Bagian kehidupan yang pernah kualami sebelum menajalani kehidupan seorang guru
sekolah dan penghuni kontrakan di jalan jagakarsa.
Setiap
selasa, rabu, dan kamis sore, aku bisa merasakan lagi debaran yang sama seperti
dulu ketika PPL kampus dan bekerja paruh waktu. Setelah PPL selesai bersegera
menuju tempat kerja. Barpacu dengan
waktu dan merasakan sedikit kekhawatiran namun berbahagia dalam melakukannya.
Kenapa?? Karena di sana ada cita-cita yang pantas untuk diperjuangkan.
Dari sekitar pukul 4 sore hingga 9 malam, aku
merasakan kembali atmosfer itu. Atmosfer petualang yang bersemangat mencari
jawaban atas setiap pertanyaan yang ada di kepala. Merasakan kebebasan bertanya
dan berpendapat. Menyimpan kekaguman pada mereka yang memberi jawaban cerdas
dan mencerahkan serta saat bertanya menyertakan nalar juga menyampaikannya
dengan cara yang santun.
Di
ruangan berisi 30 orang itu, kembali
seperti saat belajar di kampus ungu.
Rasanya semakin aku belajar semakin aku merasa kurang bahkan terkadang terasa
tersesat. Namun, semuanya menjadi lecutan untuk kembali belajar saat
meninggalkan ruangan itu.
Di
ruang 401 itu, aku melihat lagi jiwa-jiwa pemburu nilai. Semua orang berusaha
memberi performa yang terbaik dengan style masing-masing untuk menyelesaikan
tugas dan mendapatkan nilai dengan baik. Saat maha guru menandai nama di absen
bagi yang menjawab ataupun bertanya, hawa dari jiwa-jiwa itu makin kental
terasa.
Di
sana juga, beberapa teman membentuk colony. Ada namanya geng kereta karena
mereka pulang perginya bersama pakai kereta. Kemarin juga baru saja
memproklamirkan diri geng bus way
karena selalu berangkat bersama menggunakan bus
way. Ada juga geng 2 sejoli, begitu aku menyebutnya. Mereka adalah sepasang
kekasih yang hubungannya terlihat jelas saat saling berpandangan dan tentunya
selalu mengambil posisi duduk yang berseblahan. Meski dalam geng, mereka sadar
benar untuk tetap bergaul dengan teman yang lain. Seperti dulu, di gedung DH
tempatku belajar juga seperti itu. Ada geng akademis, mereka yang bersepakat
untuk lebih awal menyelesaikan kuliah dengan IPK tinggi tentunya. Ada juga geng
organisator, mereka yang terlibat dalam organisasi intra kampus. Waktu itu juga ada dua sejoli,
Yang Alhamdulillah sekarang dalam ikatan perkawinan yang membahagiakan. Aku
juga masih seperti dulu. Berteman dengan semua. Akrab dengan mereka yang buatku
merasa nyaman. Namun keakraban itu jauh membahas hal-hal pribadi. Pandanganku
masih sama bahwa semua yang berbau personal tentangku cukuplah menjadi milikku
dan sedikit orang yang kupercaya untuk mengetahui, dan juga tentunya Rabbi yang
maha mendengar dan melihat segalanya.
Dulu
dengan segala tantangan yang harus kuhadapi, akhirnya toga hitam itu terpasang
juga dikepalaku. Hari special dengan
jubah hitam dan slayer ungu waktu itu memberi haru dan menjadi persembahan
terimakasih untuk almarhum ayah, mama
dan seorang kakak yang tak pernah jemu
berjuang mendukungku dengan semua yang dia miliki. Esok jika Allah berkenan
mempertemukanku dengan hari itu lagi, kuharap Mama dan seorang kakak itu hadir
di sampingku. Ingin merasakan keharuan itu lagi. Ingin berterimakasih untuk doa
yang tak pernah habis untukku, untuk kepercayaan yang tak pernah luntur
membiarkan saya menapak tanah rantau dalam waktu yang cukup lama,dan untuk kesediaan tanpa pamrih bertanggungjawab
untuk kehidupan mama dan adik-adik.
Saat
sekarang menjumpai kejadian yang sama dengan dahulu, mari melihatnya sebagai signal dariNya untuk lebih memperbaiki
diri dan melewatkan semuanya dengan hal-hal yang lebih baik. Saat sekarang
memiliki harapan akan hari esok, bertahanlah karena harapan itu yang kan selalu
mengobarkan gelora juang dalam jiwa kelana kita.
Hikari Home
October 3nd, 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar